• SMAN 7 BENGKULU UTARA

  • Jl Raya Desa Pasar Baru Kota Bani, Putri Hijau, Bengkulu Utara

CERPEN "Dialog Hitam Putih" (RENNA PUTRI LESTARI)

Prolog :

        Aku tidak  percaya yang namanya teman, sahabat, teman sejati , atau semacam itu lah, aku merasa Tuhan juga tidak  sayang dengan aku, aku hanya ingin menjalani hidup sendiri, tidak peduli apa kata orang. Aku tidak mau mengulang kejadian yang selalu datang kepadaku, mengambil semua orang yang aku sayang. Orang mungkin mengecap aku sebagai “Anti-Sosial-Human”, toh aku tidak akan peduli, yang menjalani hidup itu aku, tahu apa mereka dengan hidup ku, memang mereka mengerti dengan apa yang aku alami? Tidak kan? Tapi aku juga tidak mau tahu apa mereka tahu atau mengerti, urus saja hidup mereka yang belum tentu baik itu. Oke, mungkin kalian bingung, akan aku ceritakan pengalaman kecut ku,yang membuat aku seperti ini. Orang tuaku meninggal karena kecelakaan tunggal saat kami pulang liburan dari Puncak. Rem mobil itu blong dan akhirnya menabrak pembatas jalan, hanya aku yang selamat, aku sering bertanya kenapa aku tidak meninggal seperti mereka, daripada harus hidup tanpa tujuan seperti ini.

        Kemudian, Nenek dari Ayahku yang merawatku yang saat itu berumur 2 tahun, karena Nenek dan Kakek dari Ibu sudah meninggal saat Ibu masih kecil. Tapi, selang 3 tahun dari kejadian itu Nenek juga meninggal karena sakit. Setidaknya itu lah yang diceritakan Ibu Panti kesayanganku dulu. Seseorang tetangga mengantarku ke salah  panti di kawasan Bengkulu  ini dan menceritakan kepadanya tentang riwayat singkatku, aku merasa betah tinggal dengan Ibu yang baik, perhatian dan sangat sayang padaku. 9 tahun aku tinggal di panti, banyak orang mau mengadopsiku, karena aku memang menarik dibanding anak lain, aku sudah bertekad akan selamanya tinggal disini bersama Ibu dan akan membantu di Panti ketika aku sudah besar nanti, Ibu hanya tersenyum (tanpa aku tahu, senyumannya yang menenangkan itu lah senyum terakhirnya) dan mencubit pipiku saat itu, padahal saat itu aku sudah masuk SMP, manja sekali dengan Ibu Panti itu. Memang  sepertinya Tuhan tidak rela melihat aku bahagia, Ibu Panti juga menghembuskan nafas terakhirnya karena kecelakaan kereta api , tepat setelah aku berkata seperti itu.

        Aku benar-benar merasa kehilangan, lebih dari biasanya, mungkin karena dulu aku belum mengerti arti kematian dan kehilangan. Tapi kalian tidak  perlu kasihan atau meratapi  kehidupanku ini, aku sama sekali tidak butuh rasa kasihan itu, dan aku BUKAN orang yang dikasihani. Sifatku mulai berubah saat itu, lebih sensitif, dan cenderung anti sosial,teman-teman mulai menjauhiku, dan aku dianggap aneh. Ha...ha, kalian pikir aku akan sedih, tidak, aku merasa senang dengan itu, aku dibiarkan sendiri, tanpa harus ada orang usil yang ingin tahu urusanku, keadaan seperti itu berlanjut hingga aku kelas 2 SMA, dan akhirnya itu menjadi sifat asliku. Itu lah aku Florandia Ayunda. Ya setidaknya kata mereka itu lah namaku. Aku sadar, Februari tahun depan aku harus keluar panti, niat menjadi relawan panti sirna entah kemana. Yang aku inginkan hanya keluar secepatnya dari kenangan-kenangan yang selalu menghantuiku, tapi aku butuh ijazah SMA untuk kehidupanku, walaupun aku tidak tahu akan bagaimana selanjutnya nanti.

        Aku terbiasa hidup dengan pikiran yang kata orang “Pikiran Negatif” dan kenyataannya pun seperti itu. Orang bilang kita harus terus berpikiran positif bagaimana pun keadaan itu. Huhh..!! Omong kosong, aku sempat mencobanya, tapi tidak terjadi seperti itu. Mungkin orang-orang berkata aku orang yang dipenuhi aura negatif dan kesuraman. I don’t care, aku  rasa aku tidak memberatkan mereka. Inilah pemikiran dan kenyataan hidup ku. Beberapa orang sempat membutuhkan aku, dan beberapa kali berbicara cukup panjang denganku, tapi setelah aku rasa urusan kami selesai, aku pun mulai menjauh dari mereka. Aku tidak ingin membuka diri dengan siapa pun lagi, karena aku takut aku harus kehilangan mereka lagi, lagi, dan lagi!

                                      ***

          Aku duduk  di sebuah lapangan hijau yang sangat luas, hingga mataku tak lagi dapat memandang ujungnya. Baju putih panjang yang aku lupa sejak kapan aku pernah memilikinya, melambai tertiup angin yang sangat menyejukan, aku belum pernah merasa angin seperti ini. Aku tidak ingat kapan aku pernah membeli baju seindah dan seelegan ini, dan lagi pula aku pun bukan orang yang mengerti dan peduli dengan fashion. Di sini rasanya sangat damai dan menenangkan, selama beberapa menit aku menikmati hawa ini. Bahkan, aku lupa sejak kapan aku berada di sini, tapi saat ini cuaca masih cerah, jadi bukan masalah aku berada di sini lebih lama, orang di panti mungkin tidak akan menyadari ketiadaanku.

          Tapi samar-samar aku ingat tadi aku sempat melihat Ibu Panti dan beberapa orang panti beberapa di dekatku, tapi dimana aku melihatnya ya? Aku merasa tadi Ibu Panti memegang tanganku, tapi untuk apa? Seharusnya aku melepaskannya tadi. Tapi…ah aku lupa bagaimana tadi. Tapi tadi aku ingat sempat merasa sangat takut. Tapi, sekarang aku benar-benar merasakan ketenangan. Hufh, ketenangan seperti ini yang sudah lama aku rindukan.

          Setelah kurasa cukup lama, aku menoleh ke kiri dan kanan, tak ada orang lain selain aku, hening dan tenang, tapi ketenangan ini terasa aneh dan hampa. Lapangan rumput yang luas ini jelas terasa sangat kosong. Kemana semua orang? Bukan aku membutuhkan mereka, tapi terlalu aneh jika tak ada seorang pun di sini. Hanya pepohonan yang tampak di sekelilingku dan gerakan statis  alang-alang yang mengikuti nada sang angin, bunga berwana-warni tampak  merekah indah di segala sisiku. Tapi, sekali lagi, suasana yang aneh.

          Aku berdiri, berjalan, tanganku memegang alang-alang di sisiku, merasakan setiap helainya yang melewati tanganku. Aku sesekali berputar untuk melihat keadaan, sekian jauh aku berjalan, hanya menemui lapangan luas tak berujung itu. Hanya sesekali kupu-kupu dan burung yang terbang dari kejauhan. Merasa frustasi dan kesal, aku pun duduk kembali di tanah yang tinggi, lapangan hijau masih membentang di bawahku. Aku menunduk dan memeluk lutut, “Aku dimana? Bagaimana aku bisa di sini?”

          “It’s  so beautiful, right?  Sebenarnya seperti inilah indahnya duniamu, tapi kamu terlalu menutup mata,” sebuah suara terdengar dari belakangku. Aku terkejut dan menoleh, darimana gadis itu? Sejak kapan dia di sana? Seorang gadis memakai baju putih panjang seperti ku berdiri dan duduk di sampingku tanpa memerdulikan keherananku. Wajahnya ditutupi selendang putih, tapi pancaran matanya tampak teduh dan menenangkan, tapi mata itu tidak asing bagiku.

          “Kamu terlalu mendalam memikirkan masa lalu dan menyimpan semua prasangka-prasangkamu. Sampai kamu tidak memikirkan lagi bahwa kamu masih memiliki masa depan yang bisa kamu perbaiki. Kamu hanya sibuk memikirkan hal-hal negatifnya.” Gadis itu berbicara lagi, dia memandang lurus ke depan.

          “Siapa kamu? Aku punya banyak pertanyaan jika kamu bisa menjawab, bagaimana kita bisa di sini? Dimana kita?” tanyaku bingung. Gadis itu menarik nafas dan dengan perlahan menoleh, angin menyingkap selendang yang menutupi wajahnya. Aku semakin kaget.

          “Aku adalah kamu, kamu adalah aku. Aku tahu semua pertanyaanmu, tapi aku pun tak tahu ini dimana. Aku hanya ingin menceritakan perasaanmu yang selama ini kamu coba hilangkan. Hatimu saat ini dingin, dan tak tersentuh.”

          “Pemikiran seseorang di usia kita memang sangat rawan dan labil, pemikiran buruk terus menyerang hati nurani. Aku dapat merasakannya, aku dapat merasakan semua yang kamu rasakan, Flora. Aku dapat memahami semua pemikiranmu.”

          Aku seharusnya takut melihat aku yang lain muncul dan berbicara denganku. Tapi aku heran, perasaan itu tak ada, sepertinya aura aku yang ini membuatku nyaman bersamanya, aku yang di depanku tampak berwibawa dan elegan dengan wajah lembut yang tenang, matanya teduh saat memandang, benar-benar aura yang menyejukkan. Jelas sekali bukan aku yang asli.

          “Ketika kamu terus memikirkan sesuatu dengan buruk, lama-lama dunia yang seharusnya indah ini, perlahan akan berubah suram seperti yang selama ini kamu rasakan. Kamu tidak  pernah mau mendengar saran dari hati terdalam kamu. Kamu punya masa depan yang masih bisa kamu ubah menjadi indah, tapi kamu terus memilih melihat ke belakang, selalu memilih jalan singkat. Kamu selalu memutuskan untuk berlari. Kamu tidak pernah mau menerima dan  percaya dengan hati kecilmu,  kamu terlalu takut untuk mencoba bangkit. Aku adalah hati kamu, perwakilan diri kamu bahwa kamu masih memiliki bagian yang bersih.”

          Seekor kupu-kupu putih dengan garis biru cerah di kedua sayapnya hinggap di jemari aku yang tengah berada di hadapanku ini. Aku menahan napas dan mendekatkan tangannya. Aku  tersenyum manis, Subhanallah, aku terkesiap sesaat, tidak percaya itu aku, sejak kapan pula diriku memiliki senyum semanis itu? Aku  kembali berbicara dengan mata masih menatap lekat kupu-kupu cantik itu.

          “Seringkali dalam kehidupan itu, ada kalanya kamu harus tetap mendengar meski tak ingin mengetahuinya. Ada saatnya kamu harus tetap melihat, meski tak mengharapkannya. Ada masanya kamu harus terus berbicara, meski berat untuk mengucapkannya. Dan ada waktunya pula, saat kamu diharuskan memercayai kenyataan yang bahkan tak pernah meski hanya memikirkannya.“

          “Jangan menyesali mereka yang telah kembali pada Tuhan-Mu. Jangan menyiksa diri karena kehilangan mereka yang telah pulang duluan dari pada kamu. Tak usah terlalu meratapi  kepergian seseorang, fokus saja memperbaiki diri untuk memersiapkan bekal akhiratmu.”

          “Tuhan selalu memiliki jalan terbaik, meski itu bukan selalu yang terbaik menurut kamu. Saat kamu berkali-kali kehilangan, setiap orang yang bertemu pasti akan berpisah. Jika kamu ingin bertemu dengan orang yang kamu sayang, bukan seperti itu, kamu harus bangkit, hingga akhirnya Tuhan memanggilmu kembali dan bertemu mereka. Saat kamu bertemu dan mengenal seseorang dalam kehidupanmu, sebenarnya hanya tentang dua pilihan, yaitu meninggalkan atau ditinggalkan. Waktumu harus kamu manfaatkan, bukan dengan menyesali setiap detiknya, tapi memanfaatkan setiap detiknya. Jadilah orang yang bermanfaat, bukan menjadi orang yang membenci kehidupan saat kamu masih memilikinya.”

“Banyak orang yang mengulurkan tangan kepadamu, memintamu untuk beristirahat sejenak dari tekanan batin dalam dirimu sendiri. Tapi, kamu tidak bisa merasakan ketulusan mereka, jika kamu hanya terus mengacuhkan uluran tangan mereka, dan terus berjalan tapi terus melihat ke belakang. Kamu tidak akan bisa melihat kebaikan mereka. Hati kamu terlalu buta oleh kebencian sehingga kamu tidak dapat melihat semua kebaikan  itu.”

          Hening. Aku terdiam. Bahkan di tempat ini rasanya aku bisa mendengar setiap desau angin yang melewati telingaku.

          “Bahkan, saat ini kamu masih menyangkalnya. Padahal, sekian lama kamu berusaha membunuh perasaan alamimu sebagai manusia ini. Tapi, hati nuranimu memberontak dan memaksamu mendengarkannya, berusaha melawan egomu itu. Kamu menyukai wajahku kan? Karena itulah dirimu yang sebenarnya, bukan Flora yang dipenuhi kesuraman, tapi Flora yang dipenuhi dengan kesejukan dan aura ketenangan. Itulah sebenarnya Flora, terimalah takdirmu, cobalah ikhlas dengan semua, masa lalu seharusnya membuatku bangkit dan kuat, bukan putus asa dan menjauhi kehidupan.“

          “Aku tahu semua depresi dan frustasimu, tapi pikiranmu harus tetap jernih karena sejatinya hati nurani manusia itu selalu bersih, tak ternoda. Kamu hanya terlalu angkuh untuk bertanya, mengakui, dan memercayainya. Belum terlambat diriku! Inilah yang selama ini menyesakkanmu, banyak yang akan menyayangimu, kamu hanya tidak mau melihat mereka, orang-orang yang menyayangimu akan selalu ada, mereka tidak akan pernah jauh, kamu harus membuka mata!”

          “Semakin kamu menolak kenyataan, semakin sempit hati dan pemikiranmu, tapi  saat kamu menerima semua dengan ikhlas, sesulit apapun cobaan itu, maka hatimu akan selalu dipenuhi kelapangan. Dan sebaliknya, jika kamu terus menolak dan memberontak, maka batinmu yang akan tersakiti. Kamu tidak bisa terus berlari dari kenyataan, dan pada akhirnya kamu akan hanya akan merasa lelah. Kamu tidak akan bisa berlari dari kejaran bayanganmu sendiri, Flora. Kamu hanya butuh penerimaan yang ikhlas, bukan penolakan yang keras.”

          Air mataku mengalir ketika aku menutup mata, memang seperti itulah yang aku pikirkan. Perlahan gambaran Ibu panti mendekat, anak-anak panti yang sebenarnya aku hafal semua nama mereka, mereka sering mencoba mendekatiku dan mengajakku bermain, tapi aku hanya menatap dingin mereka, bayangan beberapa teman sekolahku yang sering mengajakku berbicara, namun aku hanya diam dan menghindar.

          Bayangan-bayangan mereka berpusar semakir cepat, samar, aku menoleh dan tersenyum manis, memegang tanganku lembut dan sosoknya makin samar. Suaranya masih bergaung di udara, aku masih dapat mendengarnya memenuhi kepalaku.

          “Memang tak ada yang dapat menjamin apakah kamu akan sempat bertemu dengan hari esok. Tapi, kamu harus tetap memiliki doa dan harapan yang lebih baik untuk hari esok itu. ”

          “Flora sayang, kehidupan ini adalah tentang true story. Seperti novel yang sering kamu baca, memang tidak selalu happy ending, bahkan cenderung sering bertolak belakang dengan yang diharapkan. Tapi bedanya, pengarang dan pemilik kehidupan-Mu pasti selalu menulis alur lain yang jauh lebih baik pada akhirnya. Kamu tenang saja,  dan percayalah! Garis takdir-Nya tidak akan pernah mengecewakan.”

Sebenarnya dimana aku? Aku dapat merasakan seakan tubuhku terangkat ringan dan melayang di udara sesaat. Aku merasa seakan aku tidak memiliki kekuatan untuk melawan gaya yang mengatur tubuhku, aku merasa seperti benar-benar terkontrol oleh sesuatu.

Apa yang sebenarnya terjadi padaku, Ya Rabb? Mataku memanas, air mataku mulai merebak. Aku mulai merasakan gelombang ketakutan, aura  ketenangan yang tadi aku rasakan mulai menghilang. Atmosfer kepanikan mulai mengambang, Ya Allah, aku ingin kembali, aku benar-benar ingin kembali. Aku ingin memperbaiki segalanya, beri aku waktu Ya Rabb, izinkan aku, aku mohon. Aku perlu memperbaiki semuanya. Isakanku semakin keras, aku merasakan nafasku semakin sesak.

***

Sirine mobil ambulance meraung kencang  dari kejauhan,  ketika mobil berkecepatan tinggi itu memasuki gerbang rumah sakit, beberapa perawat dan seorang dokter telah sigap menunggu di depan pintu, menanti dengan siaga. Mobil berhenti, dan perawat-perawat segera memindahkan sesosok gadis yang tergolek lemah  dari dalam mobil ke tempat tidur dorong, diikuti seorang gadis lain yang mendekap dan mencoba menenangkan seorang wanita berjilbab yang tampak terguncang. Kepala gadis itu tampak diperban dan bercak darah mengering tampak di sana, perban pun menutupi lengan kirinya, wajah yang awalnya mulus itu kini penuh dengan baret luka, tapi jilbabnya masih sempurna menutupi kepalanya.

Segera pihak rumah sakit membawa gadis itu ke dalam, mata gadis 2 SMA itu meredup, tampak tak berdaya, memandang lemah sekelilingnya, hal itu terlihat dari usahanya memutar bola matanya, tampak ingin mengatakan banyak hal, dia melihat bibir Ibu itu mengatakan sesuatu yang tak dapat ditangkapnya, tangan mungilnya digenggam erat oleh Ibunya. Gadis itu ingin menggenggam kembali tangan Ibu itu, tapi rasanya tak ada kekuatan lagi pada tubuhnya. Gadis itu  juga ingin mengatakan betapa sakit dan takutnya dia saat ini, dia ingin mengatakan sesuatu, tapi suaranya hilang di kerongkongan, matanya bertemu dengan Ibu itu sesaat, dan perlahan meredup. Setetes air bening mengalir dari matanya. Genggaman tangannya melemah.

Gadis manis itu segera dibawa ke ruang ICCU, sang Ibu sempat meronta dan tidak ingin melepaskannya, namun gadis lain tadi mencoba menenangkan . Para dokter siap melakukan tindakan medis untuk mencoba menyelamatkan nyawa gadis itu. Tak berapa lama, serombongan remaja datang dan ikut memeluk Ibu tadi, mereka sama-sama menanti dengan cemas.

***

5 jam kemudian :

          Seorang dokter keluar dari ruang ICCU, diikuti para perawat. Dokter berbicara kepada salah satu anak remaja laki-laki yang ikut dalam rombongan tadi. Perlahan, Ibu yang merupakan Ibu Panti itu dituntun memasuki ruangan. Semua ingin ikut masuk ke dalam ruang perawatan.

          “Maaf, tidak dapat semua yang masuk,” kata seorang Suster. “Ibu dan dua orang yang mendampingi saja, silakan.”

          Ibu Panti tidak menggubris, dia terus berjalan masuk, diikuti gadis yang bernama Ara itu, sedangkan rombongan lain hanya bisa menatap Flora yang tergolek lemah dari kaca ruang perawatan. Dia tidak ingin kehilangan anak asuhnya, siapapun itu, dan bagaimanapun sikap mereka, dia tetap menyayangi mereka dengan sepenuh hati.

           Mereka masuk dan menatap Flora. Isak tangis Ibu Panti semakin menjadi, Ara semakin erat mendekap Ibu yang telah merawatnya sejak kecil itu. Sosok Flora terlihat sangat kerdil, tertidur lelap dengan berbagai macam peralatan medis yang melekat di tubuhnya, jelas tampak gurat lelah yang dalam pada wajah manis yang selalu mendung itu.

          “Dia terlalu memaksakan diri menghadapi kehidupannya tanpa mau berbagi. Dia terlalu berat menahan sakitnya sendiri. Padahal sebenarnya kita selalu ingin membantunya melewati semua itu.”  lirih Ibu Panti sambil menggenggam lembut tangan Flora. Ara mengangguk, dan ikut memegang lengan teman yang tidak pernah mau bergabung dengan anggota lainnya di panti.

          Perlahan, Flora menggenggam lemah tangan mereka, tapi matanya masih terpejam rapat. Setetes air mata mengalir turun dari matanya, dan semakin lama semakin menderas. Tapi, kedua matanya tetap tertutup.

***

Rasanya, saat ini aku sedang berada dalam batas antara kesadaran dan  ketidaksadaran.. Aku dapat merasakan diriku melayang.

***

Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
Langkah Kecil Yang Berbuah Prestasi : Kisah Inspiratif Shilvia May Sandi

  Shilvia May Sandi adalah siswi aktif yang saat ini duduk di kelas 11 SMA, tepatnya bersekolah di SMAN 7 BENGKULU UTARA. Ia dikenal sebagai salah satu siswa berprestasi di bidang

10/10/2025 09:01 - Oleh Administrator - Dilihat 68 kali
CERPEN : "Hadiah Paling Berharga" PART 1 (Winda Mardian Putri, 2024)

Sore itu, matahari tersorot jelas memberikan cahayanya. Ditambah lagi dengan angin-angin yang menyambut setiap desakan panas yang menyingsing, terlihat seorang gadis kecil yang tengah m

18/12/2024 09:25 - Oleh Administrator - Dilihat 1130 kali
CERPEN "YANG TERLUPAKAN" (SUCI WULANDARI)

Menjalani sebuah kehidupan tak harus selalu sempurna memiliki sebuah kekurangan adalah hal yang biasa dan wajar seperti Sawala yang pandai dalam bahasa asing dan yang mana Sawala sangat

06/12/2024 10:53 - Oleh Administrator - Dilihat 722 kali
CERPEN "BAYANG-BAYANG DI ANTARA KITA (SUCI WULANDARI, XII IPA 3)"

  Tema: Pencarian identitas Moralitas dan etika Kesehatan mental      Senja terpancar dengan lembut di atas taman kota. Lili duduk sendiri di bangku kayu,

15/10/2024 10:25 - Oleh Administrator - Dilihat 794 kali
JURNALISTIK : "MENGENAL LEBIH DEKAT PLG SEBELAT" (HERVINA FLORENSIA SIREGAR)

Wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orangdengan mengunjungi tempat tertentu untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, ataumempelajari keun

13/06/2024 11:56 - Oleh Administrator - Dilihat 1216 kali
SNBP 2024

Alhamdulillah 19 siswa smanju lolos Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri Jalur Prestasi. Berikut daftar siswanya :

30/04/2024 09:25 - Oleh Administrator - Dilihat 992 kali
CERPEN : "KEPULANGAN" (Carol Falia Dungus, 2023)

Hari ini sekolah ku sangat padat aku pulang tepat jam 7 malam .Aku melepas lelahku sepulang sekolah dengan berbaring di tempat tidur sembari bermain ponsel tanpa mengganti seragam sekol

06/09/2023 08:45 - Oleh Administrator - Dilihat 1753 kali
Pawai Ta'aruf 1 Muharam (Tahun Baru Islam 1445 H) Tahun 2023

GEN Z SMAN 7 Bengkulu Utara Siap Hijrah Lebih Baik Alhamdulillah acara Pawai Ta'aruf 1 Muharam (Tahun Baru Islam 1445 H) berjalan lancar. Walau persiapan hanya 2 hari. Proses unt

27/07/2023 12:06 - Oleh Administrator - Dilihat 1312 kali
CERPEN : "Semangat Terakhir"  (Oleh : Samaria Priskila K. J)

  Sepasang sepatu terlihat basah karena, hujan yang baru saja turun. Sudah satu jam Lori duduk di taman belakang sekolah, ia teringat dulu ketika sedang menunggu sahabatnya Luna.

13/06/2023 11:31 - Oleh Administrator - Dilihat 1549 kali
CERPEN : "Segumpal Kapuk Kebahagiaan" (Mutiara Putri Pembayun)

  Namaku Irah. Aku adalah gadis berusia 14 tahun. Gen ibu mengalir dalam tubuhku. Jika dibandingkan dengan anak seumuran denganku, aku termasuk anak dengan badan tinggi. Rambutku

31/05/2023 10:04 - Oleh Administrator - Dilihat 3727 kali