CERPEN : "Farica Cheryl Menjadi Idola" (Usswatun Chasanah)
Sekolah bukanlah tempat kita sekedar menuntut ilmu. Banyak jenis prestasi yang bisa kita ukir di sana. Tempat kita mengasah bakat dan menunjukkan talent itu kepada Negeri ini. Namun, hal itu tidak dilakukan oleh semua pelajar. Begitulah yang dialami Farica Cheryl.
Setahun pertama berada di SMA 19 Tulungkareng, ia hanya mengikuti kegiatan belajar mengajar bagai air yang mengikuti arusnya. Tak ada semangat bahkan motivasi baginya dalam berprestasi lebih. Meski dalam dua semester lalu ia termasuk dalam peringkat lima besar di kelasnya, X IPA 1.
Sikapnya yang dingin tak membuatnya merasa memiliki banyak teman. Ia tak akan memulai pembicaraan jika tidak diajak berbicara. Namun, keramahan senyumnya cukup menutupi semua itu. Hingga banyak siswa yang mendekatinya seakan-akan ingin menjadi teman dekatnya. Tapi, semua itu tak begitu dihiraukannya. Mereka semua teman baginya, ia tak butuh teman dekat. Sendiri lebih baik baginya. Dialah yang sering dipanggil Cheryl sebagai siswi yang sering membuat para pelajar penasaran. Akan tetapi, setiap diantara mereka ada saja haters yang menganggapnya sebagai siswi yang sombong. Itulah yang semakin membuatnya semakin suka untuk lebih pendiam.
Ternyata sikapnya itu tidak berlaku selamanya. Ia sangat talkative ketika mengikuti kegiatan belajar mangajar mata pelajaran favoritnya. Ya, matematika itulah favoritnya. Pelajaran yang banyak dianggap siswa lainnya sebagai hantu dan membuat kepala muter duluan sebelum memulainya, justru menjadi pelajaran yang menyenangkan, menantang, penuh ketelitian dan kepastian yang memancing keaktifan dan kekreatifan berhitung baginya.
Dan pagi ini adalah waktu pelajaran favoritnya dimulai. Bu Fathina memberikan satu soal sebagai kuis pertama untuk satu orang pertama. Lagi-lagi Cheryl selesai lebih dulu dan langsung menuju Bu Thina dan menuliskan jawabannya di papan tulis.
“Maju lagi..nggak mau gantian, ya?” kata Amira menyindir Cheryl.
“Namanya kuis, siapa cepat tepat dia dapat. Kalau mau dapat poin kuis, ya harus berlomba-lomba untuk cepat dan tepat.” Bu Thina menjawabnya seketika.
Cheryl merasa perasaannya termakan. Ia speechless, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. Hanya hatinya yang berbicara, menjerit, kesal, sedih, semua tercampur menjadi satu.
“Haruskah aku mengalah dalam pertarungan? Apakah kalah tujuan dalam berlomba-lomba? Sombongkah aku? Serakah, rakus, pelit, atau yang lainnya juga?” tangisnya tersembunyi dalam hati.
Hatinya teremas begitu kuat. Hingga rasa sakit itu tak hilang sampai bel pulang dibunyikan. Ia pulang dengan langkah kaki lemas tak biasanya, wajahnya terlihat datar tak bahagia, keramahannya hilang begitu saja.
Tiba di rumah, ia seperti biasanya. Berusaha ditutupiya semua masalah hatinya dari sang ibu yang lebih dekat dengannya daripada sang bapak. Semua aktivitas dilakukannya, berusaha seperti biasanya. Namun, seorang ibu tetap saja mengetahui perasaan anaknya.
Cheryl fokus pada laptopnya hingga senja menghadiri bumi. Ia menjalankan hobinya mendengarkan musik dan bernyanyi. Doa dalam salatnya lebih lama kali ini. Itulah yang ia lakukan kala pikirannya kacau dengan hati yang cukup terluka seperti sekarang.
“Ada cerita apa di sekolah hari ini, nak?” tanya Ibu Cheryl yang berdiri di pintu kamar.
Tatapan kasih sayang ibu dari bola mata yang bercahaya itu membuat Cheryl tak mampu menahan bibirnya berkata-kata. Diceritakannya semua pada Ibunda, hingga nasehat pun Ibu berikan untuknya.
“Berbagi itu memanglah penting dilakukan oleh sesama manusia, namun dalam berkompetisi semua harus berlomba-lomba untuk menjadi juara.”
Kalimat itu membangkitkannya kembali semangat kecilnya. Ia mulai tersadar bahwa yang ia lakukan tidaklah salah. Hanya mereka saja yang iri dan tak suka melihat keunggulannya dalam bidang matematika.
“Tidak semua orang di sekeliling kita suka terhadap kita. Itu biasa bagi mereka yang tak suka terhadap seseorang berusaha menjatuhkan orang itu. Tapi, tetaplah ingat, nak. Allah adalah Yang Maha Adil. Kamu harus menjalani ini dengan penuh kesabaran, semangat, dan pantang meyerah. Tuhanlah Yang Maha Mengetahui apa yang akan terjadi kedepannya. Percayalah, ada rencana-Nya di balik semua ini.” tambah Ibu.
“Aku percaya itu, bu. Tapi, aku kesal. Biar kubuat dia ngerasain apa yang kurasain kalau digituin.” kesalnya.
“Hey,. Itu artinya kamu balas dendam. Nggak baik, nak. Allah yang berhak membalas setiap perbuatan hamba-Nya. Kamu tidaklah perlu membalas itu. Justru kamu harus membangkitkan sikap pantang menyerah dan semangatmu dalam belajar. Itu jauh lebih baik, bukan?” tanggapan ibu terhadap kekesalannya pada Amira.
“Iya, bu. Tapi, kalau nanti Amira makin menjatuhkan aku gimana, bu?” tanyanya sedih.
“Nak, cobalah kebalkan hatimu, pekakkan telingamu. Semakin terpuruk kamu, maka semakin senanglah mereka yang tidak menyukaimu. Maka dari itu nak, tidak hanya Amira, tapi semua yang tidak menyukaimu. Semakin mereka ingin menjatuhkanmu, kamu harus semakin semangat belajar. Jangan sedih seperti ini. Kalu kamu sedih, semakin loyo, terpuruk, justru mereka akan senang.” nasehat ibu menyemangati Cheryl.
“Iya, ya, bu. Kalau gitu Cheryl janji akan lebih semangat lagi, akan kebal hati dan pekak ketika mendengar hal-hal seperti itu lagi. Cheryl akan bangkit, bu.” janjinya pada ibu.
“Semangat itu yang ibu tunggu darimu, nak. Jangan lupa tetaplah memohon pertolongan, kesabaran dan ketabahan pada Allah.” tambah ibu.
“Siap, bu. Insyaallah.” jawabnya tegas.
Pikiran dan hatinya seperti habis dicuci. Semangatnya meningkat drastis kali ini. Ia sadar bahwa tak ada gunanya sedih dan terpuruk karena hal seperti itu. Dengan semangat belajar yang lebih giat, itulah cara membalasnya. Bukan dengan hal serupa yang dilakukan Amira terhadapnya.
Dalam salatnya ia berdoa agar suatu saat ia bisa mengikuti suatu ajang perlombaan, dan bisa memenangkan perlombaan itu. Apapun perlombaannya, semua diserahkannya kepada Sang Pencipta, Yang Maha Mengatur segalanya.
Hingga tiba keesokan harinya, ia berangkat sekolah dengan lebih ceria, wajahnya berseri-seri, semangat dalam dirinya tampak lebih dari biasanya. Tapi, sikap dingin itu masih menjadi karakternya.
Amira melihat sinis dirinya ketika memasuki kelas. Seakan-akan tidak ada yang memperhatikannya, itulah yang dia lakukan, mengabaikan pandangan sinis itu. Akhirnya, sampailah ia di bangku tempat duduknya.
Kegiatan belajar mengajar telah dimulai. Satu jam pun berlalu, Pak Redi, Guru bidang studi olahraga mengetuk pintu kelas, XI IPA 3. Beliau masuk dan mengumumkan hal penting bagi siswa.
“Mohon maaf, menganggu waktunya sebentar. Berhubungan dengan perlombaan O2SN yang akan dilaksanakan 2 bulan lagi, bapak ingin mendata siswa-siswi yang ingin mengikuti seleksi tingkat sekolah. Altletik putra, atletik putri, tenis meja putra, tenis meja putri, badminton putra, ...” Pak Redi mencatat nama siswa yang mengangkat tangan ketika cabang olahraga diucapkan.
Cheryl yang semangatnya mulai meningkat berminat untuk mengikuti seleksi badminton. Ketika berada di sekolah dasar ia sangat mahir bermain badminton walaupun tanpa dilatih. Kalau saat ini dia benar-benar berlatih, pasti lebih mantap bemainnya.
“Badminton putri” ucap Pak Redi.
Seketika Cheryl mengangkat tangannya. Tak disadarinya ternyata Amira juga mengangkat tangan. Tapi semua tidak membuatnya minder, ia justru makin ingin segera latihan agar bisa terpilih nantinya.
“Baiklah, untuk latihannya akan dilaksanakan dua hari dalam minggu ini. Minggu depannya, kita seleksi untuk tingkat sekolah. Nanti akan ada pemberitahuan untuk hari dan waktunya. Terima kasih atas perhatiannya, permisi.” kata Pak Redi.
Amira semakin sinis menatap Cheryl. Bersama teman dekatnya ia berbisik- bisik membicarakan Cheryl. Cheryl yang merasa bahwa ia diupat oleh geng Amira, mengabaikan semua itu. Kini ia lebih fokus, belajar dan mulai mencoba untuk mengukir prestasi.
Tet....tet....tet...tett... Bel tanda pulang telah berbunyi. Cheryl pulnag dengan langkah kaki yang lebih cepat dari biasanya. Sambil berjalan ia berpikir.
“Kalau hanya mengandalkan latihan di sekolah, hasilnya pasti segitu aja. O, iya. Bapak kan jago main badminton, bolehlah minta dilatih sama bapak.” gumamnya.
Setibanya di rumah ia menceritakan semuanya pada sang ibu. Dengan riang ibu mendukungnya. Bapak pun telah tiba di rumah. Ia juga menyampaikan niatnya untuk berlatih bersama bapak.
“Pasti, nak. Pasti bapak akan mengajarimu.” kata bapak yang semangat mengajarinya.
“Sore nanti mulai latihan ya, pak?” tanyanya pada bapak.
“Mau mulai hari ini langsung?” jawab bapak kaget.
“Iyalah, pak. Biar nanti terpilih ikut O2SN.” jawabnya pasti.
Teriknya matahari tak begitu panas lagi. Halaman rumah yang sempit membuat mereka tidak berlatih di rumah, melainkan dirumah teman bapaknya yang memiliki lapangan badminton di depannya. Di sanalah ia berlatih keras bersama bapaknya.
Seminggu pun berlalu, saatnya babak penyeleksian. Ia telah siap untuk bertanding dengan Amira. Ternyata tidak hanya Amira yang menjadi saingannya, namun 3 anak lainnya juga. Beberapa kali ia bermain, ia selalu menang. Caranya bermain yang bagus, membuat Pak Redi memilihnya untuk mewakili sekolah dalam cabang badminton putri. Mungkin inilah jawaban atas doa-doanya.
“Akhirnya, aku bisa mengukir prestasi juga di sekolah ini. Aku harus berlatih lebih keras lagi. Agar nanti aku bisa memenangkan pertandingan saat perlombaan.” gumamnya tersenyum.
Amira dan gengnya tak berhenti juga untuk berusaha menjatuhkan Cheryl. Kekalahan Amira membuat mereka sengaja menakut-nakuti remaja yang semangatnya semakin berkobar itu.
“Di sini boleh aja menang. Tapi kalau udah lomba di sana nanti, pasti kalah lah.. Lawannya kan jelas tangguh-tangguh.“ kata Amira yang berdiri dibelakang Cheryl. Lalu ia pergi dari tempat itu bersama anggota gengnya.
Mendengar kalimat itu semangat Cheryl terbakar sadis, apinya laksana tak bisa dipadamkan. Kalimat itu tidak membuatnya takut. Latihan keras selama kurang lebih dua bulan telah dijalaninya. Hingga tiba hari yang dinanti.
Grenajaya, ibukota kabupaten Serjo Timur menjadi lokasi pertandingan. Gedung yang megah menjadi tempatnya. Dalam dua kali pertandingan melawan SMA 2 Karangasem dan SMA 4 Derto Makmur, Cheryl masih menjadi pemenangnya. Hingga pada akhirnya ia masuk final, dan kini saatnya ia melawan SMA 1 Grenajaya.
Melihat setiap pertandingan yang dilalui siswi Grenajaya itu, bagi Cheryl dialah lawan terberatnya. Pada set pertama, ia kalah dengan selisih sedikit poin. Perjuangannya untuk menang sangat berat kali ini.
Pada set kedua poin unggul pada dirinya. Kemenangan yang imbang mengahadirkan set ketiga. Inilah babak penentuan. Doa dan zikir tak henti diucapkannya dalam hati. Berharap Allah memberikan ridho kepadanya untuk menjadi winner kali ini.
Sekali dua kali poin seri terjadi diantara kedua pemain ini. Hingga pada akhirnya permainan semakin menegangkan saat wasit mengatakan “ last one ” . Di saat inilah smash terbaik Cheryl selama pertandingannya.
“Yeah..!!” teriak Cheryl saat melakukan smash yang melumpuhkan lawannya.
Seketika itu ia sujud, bersyukur kepada Allah yang telah memberikannya kelancaran dan kemenangan dalam pertandingan finalnya. Akhirnya semua kerja kerasnya berakhir dengan kemenangan.
Penghargaan yang didapatnya menjadi kebanggaan. Kini Cheryl tersadar, bahwa berkompetisi sangat mengasyikkan dan menantang.
“Aku tak ingin berhenti sampai di sini. Tak hanya dalam bidang nonakademik. Aku akan berprestasi juga di akademik.” ambisi Cheryl dalam hatinya.
Sekarang, Cheryl telah berubah. Dinginnya tak separah dulu, semangatnya lebih menggebu, hatinya lebih kebal, perasaannya lebih tangguh. Kini Cheryl menjadi idola. Tak ada kesombongan dan dendam dalam dirinya.
Komentari Tulisan Ini
Tulisan Lainnya
CERPEN : "Air Mata yang Terbayarkan" (Rara Calista3)
Mengarungi samudra kehidupan. Penuh perjuangan, kerja keras, this is my world this is my life. Namaku Aira. Aku berusia 16 tahun. Aku seorang pelajar di SMAN 1 Jakarta. Aku anak ke-2 da
CERPEN : "HIJRAH" (Nindya Aryani)
Aku menatap ke arah jalan yang ramai dari tempat dudukku. Terlihat kendaraan berlalu lalang di jalan itu. Hari ini SMA libur, jadi aku bisa sejenak merefresh otakku dari
CERPEN : Kain Spesial Nenek (Ana Satri Dwi Pratiwi)
“ Ara...Ara..!!!” Suara itu terdengar sangat membisingkan, bersamaan dengan suara ketukan pintu yang juga san
Sample Post 5
Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation ullamco l